Megapolitan.id – Isu yang menyebutkan adanya penyebaran virus baru atau pandemi baru pada 2025, cukup membuat publik was-was. Hal ini diungkapkan pertama kali oleh pendiri Microsoft, Bill Gates.

Menteri Kesehatan periode 2004-2009, Siti Fadilah Supari mengatakan rumor tersebut bisa saja benar, dikarenakan adanya Pandemic Treaty (Perjanjian Pandemi) dan amandemen International Health Regulation (IHR) yang dicanangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization).

“Pandemi itu sudah dinyatakan pasti ada. Next pandemic itu katanya pada 2025 ini. Itu yang mengatakan bukan orang sembarangan, yang mengatakan adalah Bill Gates,” kata Siti Fadilah di sebuah podcast EdShareOn Eddy Wijaya, dikutip Jumat (2/5/2025).

Siti Fadilah menegaskan kemungkinan besar situasi ini akan terjadi. Ia, bahkan menyebut WHO sudah menyiapkan undang-undang terkait hal ini ke seluruh dunia. Pandemic Treaty merupakan sebutan lain dari WHO Convention, Agreement or other International Instrument or Pandemic Prevention, Preparedness, and Response (WHO CA+ on PPPR).

Perjanjian yang mengikat 194 negara anggota WHO ini merupakan instrumen internasional tentang pencegahan, kesiagaan dan respons terhadap pandemi yang bisa terjadi kapan saja. Perjanjian itu telah dibahas dalam sidang World Health Assembly (WHA) ke-77, pada 27 Mei-1 Juni 2024 di Jenewa, Swiss.

Siti Fadilah menjelaskan, prediksi akan adanya virus baru tidak hanya diperkuat dengan adanya gerakan WHO mengeluarkan undang-undang, melainkan juga serangkaian pelatihan yang dikoordinir WHO dalam menghadapi pandemi, hingga bermunculannya pandemi baru di sejumlah negara.

“WHO sudah melatih negara-negara miskin dan berkembang untuk membuat vaksin mRNA flu burung. Menurut saya itu (pandemi flu burung), walaupun belum tentu betul. Tapi saya lihat isu yang sekarang banyak sekali, misalnya di Afrika itu Mpox atau ebola, serta China HMPV,” paparnya.

“Kemudian Amerika, Australia, dan Kanada flu burung serta Florida TBC. Sepertinya, apakah mereka akan membuat epidemic-epidemic ataukah pandemic yang seperti Covid-19? ada dua kemungkinan itu,” ucapnya.

Siti Fadilah berharap pemerintah Indonesia mewaspadai penyebaran virus baru yang akan terjadi. Salah satunya dengan mendukung program Immunotherapy Nusantara yang dkembangkan Menkes periode 2019-2024, Terawan Agus Putranto, yang saat ini menjabat Penasehat Khusus Presiden.

“Mudah-mudahan penasehat khusus presiden dapat menyampaikan kepada Pak Presiden. Immunotherapy-nya Pak Terawan bisa menjadi alternatif yang sangat bagus bila terjadi pandemic,” imbuhnya.

Siti Fadilah menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang sejumlah undang-undang mengenai penanganan pandemi karena terdapat sejumlah aturan yang berpotensi berbahaya dan dapat mengancam kedaulatan negara.

“Ada tiga hal yang harus dilakukan pemerintah. Satu, tolak Pandemic Treaty. Dua, mundur dari IHR amandemen. Tiga, cabut mandatory vaksin dari Omnibus Law Kesehatan,” jelasnya.

Ia menjelaskan, Pandemic Treaty merupakan perjanjian yang merugikan negara-negara, karena WHO dapat mengintervensi langsung penanganan pandemi dalam negeri.

“Semua harus tunduk pada WHO, kasarnya seperti itu. Walaupun dibungkus sangat rapi seolah-olah Pandemic Treaty itu untuk keadilan, untuk memberikan vaksin ke seluruh dunia. Tapi sebetulnya kalau kita lihat pasal per pasal mereka merampas kedaulatan setiap negara,” ucap Siti Fadilah.

Setali tiga uang dengan Pandemic Treaty, Siti Fadilah menjelaskan, IHR amandemen juga bermasalah mulai dari pengesahannya hingga pasal-pasalnya yang membolehkan WHO mengambil alih urusan negara terhadap pandemi.

“Isinya seram banget pak. Dan ini mau
nggak mau diketok (disahkan) oleh WHO walaupun dengan cara yang tidak fair. IHR ini pasal-pasalnya berisi teknik bagaimana (agar) kita tidak berdaya. Jadi apa-apa (terkait pandemi) yang urus mereka,” kata dia.

Begitupun dengan Undang-Undang Omnibus Law Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Siti Fadilah menilai beleid itu memuat pasal-pasal yang merujuk kepada Pandemic Treaty dan IHR amandemen.

Pasal yang dimaksud Siti Fadilah adalah pasal 446 UU Omnibus Law Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang mengatur sanksi pidana bagi orang yang tidak mematuhi atau menghalangi upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah dengan denda paling banyak Rp 500 juta.

“Kalau ada orang yang tidak mau disuntik itu bisa dianggap menghalang-halangi program pemerintah, maka orang itu akan didenda Rp 500 juta atau dipidanakan,” ucapnya.

“Kalau Omnibus Law ini dijalankan, kewajiban vaksin tidak untuk orang yang bepergian saja. Dari RT ke RT, RW, ke RW semua harus divaksin. Anak sekolah, orang yang lewat juga ditahan langsung divaksin. Mengerikan,” tandasnya.